Daftar Isi: (toc)
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis laporan 213 aduan siswa terkait pelaksanaan program belajar dari rumah yang telah berlangsung empat pekan selama pandemi Corona. Dari total aduan tersebut, mayoritas berisi keluhan para siswa terkait beratnya beban tugas yang harus mereka kerjakan selama belajar di rumah.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listiyarti, mengungkapkan pihaknya mengumpulkan aduan tersebut mulai dari 16 Maret hingga 9 April 2020. Dari total 213 aduan yang diterima, KPAI membaginya ke dalam beberapa poin.
"Poin pertama soal jenis pengaduan. Dari jenis pengaduan ini ditemukan lima jenis pengaduan yang terkait, yaitu penugasan yang maha berat dan waktu pengerjaan yang pendek," kata Retno dalam konferensi pers yang dilakukan KPAI, Senin (13/4/2020).
Retno menjelaskan, 70% pengadu menyampaikan betapa beratnya penugasan yang diberikan oleh pihak sekolah dengan rentang batas waktu pengerjaan yang sangat pendek. Dalam laporan yang diterima pihaknya, Retno menyebutkan ada siswa yang sudah harus mengerjakan 250 soal ketika program belajar dari rumah diterapkan di hari kedua.
Dalam laporan kasus jenis aduan, Retno juga menambahkan banyak siswa yang mengeluhkan jam belajar yang kaku. Siswa, lanjut Retno, juga mengeluhkan seringnya ditugasi merangkum materi yang terdapat di dalam buku.
"Tugas yang paling tidak disukai anak-anak itu merangkum bab materi dan menyalin soal di buku cetak. Ada siswa kelas 4 SD ditugaskan untuk menulis bacaan shalat, mulai dari bahasa Indonesia, Arab, bahasa latin. Padahal semuanya itu ada di buku cetak," jelasnya.
Retno juga menambahkan jika permasalahan kuota internet dan persediaan fasilitas seperti smartphone dan laptop juga menjadi keluhan siswa yang banyak diterima oleh KPAI selama proses pembelajaran dari rumah berlangsung.
Kejenuhan siswa dan guru yang menjadi bingung dalam memberikan pembelajaran selama pandemi Corona ini juga menjadi poin penting terkait aduan yang diterima oleh KPAI. Retno menyebutkan setelah masuk pekan ketiga belajar di rumah, guru menjadi bingung karena telah memberikan banyak materi sebelumnya.
"Setelah melewati masa tiga pekan, para siswa mengaku mengalami kejenuhan, karena guru selalu memberi tugas tiap harinya per mata pelajaran. Namun, guru tidak pernah menjelaskan materi, tidak terjadi pembelajaran dua arah. Padahal penugasan justru berasal dari materi yang baru yang belum diajarkan oleh guru,"sebut Retno.
Lebih lanjut, Retno menjelaskan dari total 213 aduan yang diterima pihaknya, 95 aduan berasal dari jenjang SMA. 32 aduan kemudian berasal dari SMK dan 19 aduan dari jenjang pendidikan MAN. Lalu, dia mengatakan pihaknya juga mendapatkan 23 kasus aduan dari para siswa di jenjang SMP, tiga aduan untuk jenjang SD, serta masing-masing satu aduan di jenjang MTS dan TK.
Dengan banyak aduan yang diterima, KPAI kemudian mengimbau kepada para guru dan sekolah untuk memperhatikan kondisi para siswa selama melakukan proses pembelajaran dari rumah. Dengan situasi bencana seperti ini, KPAI menyarankan kepada guru untuk tidak memukul rata kondisi semua siswanya berada dalam keadaan yang sama.
"Prinsip Belajar jarak jauh maupun penilaian akhir semester jarak jauh wajib mempertimbangkan kondisi siswa yang berbeda-beda, tidak bisa disamakan perlakuannya. Karena ada anak yang orang tua tidak masalah dalam penyediaan kuota internet, namun ada anak-anak yang orang tuanya tidak sanggup membeli kouta internet," pungkas Retno.
Sumber; news.detik.com
Ikuti Gacerindo.com pada Aplikasi GOOGLE NEWS : FOLLOW (Dapatkan Berita Terupdate tentang Dunia Pendidikan dan Hiburan). Klik tanda ☆ (bintang) pada aplikasi GOOGLE NEWS.