Daftar Isi: (toc)
Ada sederet keluhan yang dirasakan orang tua saat anaknya belajar di rumah saat Corona masih mewabah.
Keluhan yang pertama adalah soal peralatan. 'Sekolah online' berarti butuh gadget yang menunjang, kuota, hingga sinyal yang baik. Terkadang, hal itu menjadi kendala.
"Yang paling ganggu itu soal sinyal ya. Kadang gini ketika mereka lagi belajar sama gurunya, tiba-tiba sinyalnya hilang. Nah kan jadi nggak kedengaran jelas apa yang disampaikan guru," kata salah satu orang tua bernama Basaria Siahaan saat dihubungi, Rabu (17/6/2020).
Pengeluaran bulanan juga bertambah. Dalam sebulan, Basaria bisa menghabiskan Rp 400 ribu untuk kuota internet belajar di rumah.
"Ditambah kan di rumah kan emang belum bisa masang wifi jaringannya belum ada. Jadi saya pakai kuota. Itu jadinya nambah terus kuotanya buat nunjang belajarnya. Sebulan bisa dua kali ngisi kuota internet," ungkap ibu dari siswa kelas 1 SMP di Jakarta Timur ini.
Fitriyah, ibu dari siswa kelas 6 SD, mengeluhkan hal serupa. Selain soal boros kuota, banyak orang tua yang belum sefasih itu dalam menggunakan berbagai aplikasi di HP.
"Ribet, makan kuota banyak bikin paketan habis. Banyak teman-teman yang orang tuanya yang nggak ngerti HP android," ujar Fitriyah.
Hal serupa juga dirasakan Budi Karnadi. Ketua Aliansi Orang Tua Siswa se-Jakarta Timur itu mengatakan belajar online juga saat ini belum menjadi budaya di Indonesia baik dari siswa ataupun guru. Kuota dan gadget jadi kendala.
"Tidak semua orang mampu beli kuota, dan mungkin perangkatnya juga untuk belajar online tidak semua orang punya, walaupun di Jakarta juga tidak semua orang punya, mungkin harus gantian dengan kakaknya atau adeknya," ujar Budi.
Selain itu, bagi orang tua yang memiliki anak yang sudah SMP atau SMA juga kesulitan dalam membimbing belajar. Sebab, para orang tua mayoritas tidak memahami materi pembelajaran yang ada di SMP atau SMA.
"Tidak semua orang tua bisa. Karena orang tua kan macem-macem kalau orang tua atau ibunya biasa mengajarkan anak-anaknya mendampingi itu mungkin anak-anak masih SD, pendampingan masih kuat, tapi kalau anak udah SMP SMA orang tua pendampingan ke anak tidak seintens waktu masih SD atau TK bisa mengajari. Di situ memang tidak semua orang bisa mengajari metode yang bagus mengajari anaknya," katanya.
Menanggapi keluhan-keluhan ini, Kemendikbud pun punya solusinya. Siswa disarankan untuk melakukan pembelajaran di luar jaringan.
"Untuk siswa atau sekolah yang kesulitan akses internet, tingginya biaya pulsa, atau tidak adanya gadget yang bisa dipakai, maka sekolah atau guru melakukan pembelajaran luar jaringan," kata Plt Dirjen PAUD-Dikdasmen Kemendikbud Hamid Muhammad saat dihubungi, Rabu (17/6/2020).
Hamid menjelaskan pembelajaran luar jaringan dapat dilakukan dengan berbagai metode. Guru dapat menggunakan bahan ajar buku, modul, hingga siaran BDR dari radio dan televisi. Selain itu, Hamid mengatakan guru dapat mengajar langsung ke rumah siswa dengan batas maksimal lima siswa.
"Siswa belajar melalui buku atau modul atau melalui BDR melalui RRI atau TVRI, dan tetap diberi panduan apa yang dipelajari, tugas-tugasnya apa saja, dan kapan guru berkunjung ke rumah siswa atau ke kelompok belajar siswa maksimal lima orang," ujar Hamid.
Ikuti Gacerindo.com pada Aplikasi GOOGLE NEWS : FOLLOW (Dapatkan Berita Terupdate tentang Dunia Pendidikan dan Hiburan). Klik tanda ☆ (bintang) pada aplikasi GOOGLE NEWS.