Daftar Isi: (toc)
Pedangdut yang akrab disapa Depe itu resmi digugat cerai oleh sang suami, Angga Wijaya.
Meski begitu, Angga Wijaya rupanya tak menuntut harta gono gini pada Dewi Perssik.
Namun, ada harta yang diambil Angga Wijaya dari Dewi Perssik. Apa itu?
Diketahui, Angga Wijaya mengajukan permohonan cerai terhadap Dewi Perssik di Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada Senin (20/6/2022).
Meski lebih dulu menggugat cerai, Angga Wijaya menegaskan tak akan meminta harta gono gini dari sang istri.
“Enggak ada (tuntutan harta gono gini),” kata Angga, dikutip dari YouTube Cumicumi, Kamis (7/7/2022).
Namun begitu, Angga Wijaya mengaku hendak mengambil beberapa barang yang masih tertinggal di kediaman Dewi Perssik.
Angga menyebut barang-barang tersebut merupakan pemberian Dewi Perssik dan akan disimpan sebagai kenang-kenangan.
Tapi, jika mantan istri Saipul Jamil itu memintanya, Angga Wijaya bakal mengembalikannya.
“Ada beberapa juga pemberiannya beliau ( Dewi Perssik) itu saya anggap kenang-kenangan lah, saya harus ambil,” ujar Angga Wijaya.
“Tapi kalau misalnya eneng yang minta kembali nggak papa saya kembalikan,” sambungnya.
Lebih lanjut, Angga mengatakan barang-barang pemberian Dewi Perssik cukup banyak.
Beberapa di antaranya adalah sepatu, jaket dan jam tangan.
“Banyak, sepatu, jaket, jam tangan,” beber Angga.
Butuh Waktu 2 Bulan, Angga Wijaya Akhirnya Berani Ceraikan Dewi Perssik
Angga Wijaya dikabarkan butuh waktu dua bulan ambil keputusan untuk bercerai dari Dewi Perssik.
Ia menilai keputusan berpisah adalah pilihan terbaik untuk keduanya.
“Kalau saya sih cocok cocok aja. Cuma mungkin ada beberapa hal yang membuat aku ‘kayaknya ini yang terbaik deh’,” kata Angga, dikutip dari YouTube Sambel Lalap, Rabu (6/7/2022).
Pria 35 tahun ini pun mengungkap pertimbangan untuk bercerai sudah muncul sejak dua bulan lalu.
“Dua bulanan ada lah ya,” terang Angga Wijaya.
Selama dua bulan belakangan ini, Angga memantapkan keputusannya dan terus menimbang konsekuensi yang akan ia terima setelah mengajukan gugatan cerai.
Bahkan ia menyadari tak menikah dengan sembarang wanita, melainkan diva dangdut terkenal.
Oleh karena itu, Angga Wijaya berhati-hati dalam mengambil keputusan karena tak mau banyak pihak tersakiti.
“Aku selama dua bulan itu sedang memantapkan aja. Apakah langkah yang aku ambil itu benar? Apakah konsekuensi ke depannya bisa aku terima?” ungkap Angga.
“Saya kan menikahi bukan orang sembarangan ya, diva terkenal, sukses dibilang. Itu pasti fansnya juga luar biasa.”
“Pro dan kontra hadir. Jadi saya harus jaga, gimana caranya saya tidak menyakiti,” sambungnya.
Sebagai informasi, Dewi Perssik dan Angga Wijaya menikah pada 10 September 2017.
Dari pernikahan tersebut, mereka belum dikaruniai seorang anak.
Uang Suami Uang Istri, Uang Istri yah Uang Istri
Mengutip esai dari Murniati Mukhlisin, Rektor Institut Agama Islam Tazkia/Pendiri Sakinah Finance dan Sobat Syariah di kompas.com, ada tujukan pembagian harta suami dan istri.
Kata ini sangat sering kita dengar: “uang suami adalah uang istri, uang istri adalah uang istri”. Sebagian pembaca mungkin setuju, sebagian ada yang kontra, tetapi pernahkah kita mencoba merefleksikan objek kepemilikannya bukan saja uang tapi utang?
Sekarang asumsikan kewajiban suami adalah kewajiban istri apakah masih setuju?
Dalam kesempatan ini ini Sakinah Finance mencoba menjelaskan pernyataan tersebut dari sudut pandang pengeluaran rumah tangga dari kacamata perencanaan keuangan Islami.
Model pengeluaran rumah tangga
Model pengeluaran rumah tangga dalam ilmu ekonomi terbagi menjadi dua yaitu model uniter dan model pengeluaran rumah tangga non uniter. Sederhananya, kedua model tersebut menjelaskan bagaimana karakteristik pengeluaran rumah tangga ketika seorang individu berkomitmen melalui pernikahan.
Model pengeluaran uniter menjelaskan perubahan pengeluaran individu yang mulanya terdiri dari preferensi, keterbatasan anggaran dan utilitas untuk masing-masing individu menjadi berubah dan relatih sama atau telah disesuaikan untuk bergabung.
Namun, teori tersebut dibantah karena tidak sesuai dengan konsep individualistik sehingga lahirlah model pengeluaran non uniter.
Model non uniter membantah penyesuaian ketika dua individu menjadi keluarga karena pada dasarnya masing-masing individu masih memiliki impian yang ingin dicapai, masih memiliki pengeluaran wajib dikeluarkan yang mungkin berbeda satu sama lain, masih memiliki preferensi yang berbeda hingga tingkat utilitas yang berbeda.
Berdasarkan penjelasan teori model pengeluaran rumah tangga tersebut, dapat memberikan penjelasan bagaimana karakteristik pengeluaran rumah tangga akan tetap berbeda antara istri dan suami atau bahkan setiap anggota keluarganya walaupun sudah tergabung dalam sebuah institusi kecil bernama keluarga.
Kepemilikan harta istri dan harta suami
Kembali lagi pada pernyataan yang sering kita dengar sebelumnya, kita tahu bagaimana model pengeluaran rumah tangga yang telah menjelaskan karakteristik pengeluaran laki-laki dan perempuan setelah menjadi keluarga. Kemudian akan timbul pertanyaan kalau antara harta istri dan suami tidak dipisah memang kenapa?
Mungkin terkesan sangat picik karena jadi sangat perhitungan dengan apa yang diperoleh oleh suami dan istri apalagi kalau hanya salah satu yang bekerja, tetapi jika dilihat lebih jauh terdapat konsekuensi ketika kurang memperhatikan pemisahan harta istri dan suami tersebut.
Secara Hukum Islam, pertanggungjawaban di dunia ini akan ditanggung oleh masing–masing individu, maka dari itu kepemilikan harta sangat perlu diperhatikan, apakah milik suami atau milik istri?
Al Quran menegaskan bahwa tidak ada seorangpun (dalam konteks ini baik suami atau istri) yang dapat membela ketika Hari Perhitungan datang dari perkara aqidah: “Dan takutlah kamu pada hari, (ketika) tidak seorang pun dapat membela orang lain sedikit pun. Sedangkan syafaat dan tebusan apa pun darinya tidak diterima dan mereka tidak akan ditolong” (QS Al Baqarah (2): 48 dan perkara lainnya: “maka manusia tidak lagi mempunyai suatu kekuatan dan tidak (pula) ada penolong” (QS At-Tariq (86): 10). Yaitu dari luar dirinya.
Dengan kata lain, tiada seorang pun yang dapat menyelamatkan dirinya dari azab Allah dan tiada pula seorang pun yang dapat menolong orang lain dari azab Allah.
Sebagai tambahan dalam perkara muamalah, dijelaskan dalam hadits tentang pertanggungjawaban harta: “Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai ditanya tentang umurnya untuk apa dia habiskan, tentang ilmunya untuk apa dia amalkan, tentang hartanya dari mana dia peroleh dan kemana dia infakkan dan tentang tubuhnya untuk apa dia gunakan” (Shahih Sunan Tirmidzi #2341, Kumpulan Hadits Tazkia).
Utang
Katakanlah kita mengajukan pembiayaan ke lembaga keuangan syariah ketika sudah memiliki pasangan biasanya akan diharuskan untuk memperoleh izin dari pasangan ketika akan mengajukan pembiayaan.
Secara syariah hal tersebut memang sudah menjadi sebuah keharusan walaupun hanya meminjam uang yang tidak banyak kepada kerabat atau teman. Hal ini diperlukan sebagai saksi atau/dan penanggung jawab dengan asas ridho.
Tentu saja Islam menegaskan posisi utang pada individu dan apabila utang belum dilunasi hingga yaumul hisab maka akan menjadi penentu akan masuk surga atau tidak.
Dalam hadits disebutkan bahwa: “Siapa yang datang pada hari kiamat nanti dalam keadaan bebas dari tiga perkara ini, niscaya ia masuk surga: takabbur (sombong), menyembunyikan harta rampasan perang, dan utang” (Shahih Ibnu Hibban #198, Kumpulan Hadits Tazkia).
Zakat
Kewajiban zakat juga bukan kewajiban salah satu pihak, zakat yang dimaksud di sini bukan hanya zakat fitrah saja. Tapi termasuk zakat maal, mungkin antara istri dan suami memiliki jumlah kewajiban zakat yang berbeda.
Misalnya istri harus membayar zakat emas dan zakat investasi, kemudian suami harus membayar zakat penghasilan dan zakat perkebunan.
Masing-masing zakat yang yang harus dibayarkan memiliki nishab dan haul yang berbeda, periode pembayaran yang berbeda dan hal tersebut menjadi penjelas kemungkinan jumlah kewajiban zakat yang harus dibayarkan oleh suami dan istri berbeda.
Sekarang, ketika harta milik suami dan istri tercampur bagaimana caranya menentukan nishab, haul dan nilai zakat untuk masing-masing jenis harta?
Perceraian
Perceraian adalah sesuatu hal yang boleh (jaaiz) dilakukan dalam Islam, walaupun hal ini adalah termasuk perbuatan yang dibenci Allah. Dalam hal ini suami dan istri perlu jelas dalam soal kepemilikan hartanya, jangan sampai ada pertikaian hingga ke meja pengadilan karena status harta dan utang.
Maka dari itu, perlu pemisahan kepemilikan harta dan kewajiban sejak awal pernikahan, juga perlu kejelasan jika ada harta yang diberikan oleh satu pihak ke pihak lainnya.
Waris
Membicarakan waris ketika masih sehat dan hidup mungkin tabu untuk sebagian besar orang. Tetapi rupanya hal tersebut penting untuk menghidari sengketa di masa yang akan datang.
Berdasarkan data dari Mahkamah Agung kasus sengketa waris adalah kasus ketiga terbanyak yang ditangani oleh pengadilan di Indonesia.
Ketika menghitung harta waris dalam Islam sendiri biasanya menggunakan asumsi siapa dan berapa jumlah harta yang ditinggalkan.
Pembagian harta waris akan lancar jika utang dan harta mayit jelas yang mana saja. Dengan adanya kejelasan pencatatan kepemilkan harta dan kewajiban utang sejak awal pernikahan akan sangat membantu termasuk juga pencatatan jika sudah dihibahkan kepada anak atau pihak lain.
Akhirul kalam, dengan memperjelas kepemilikan harta istri dan suami, orangtua dan anak diharapkan dapat menghindari konflik berkenaan utang dan waris. Juga dapat menentukan secara akurat jumlah kewajiban zakat yang harus dikeluarkan.
Perjanjian pisah harta sebelum pernikahan (Pre-Nuptial Agreement) dan pisah harta setelah pernikahan (Post-Nuptial Agreement) atau perjanjian yang disaksikan oleh beberapa pihak bisa saja menjadi solusi.
Namun yang paling penting adalah pencatatan rutin sederhana yang dilakukan oleh suami, istri dan anggota keluarga dengan niat ikhlas, saling transparan, dan bekerja sama. Wallahu a’lam bis-shawaab. Salam Sakinah!