Daftar Isi: (toc)
Oleh: Wulan Darmanto
Mungkin bukan hanya saya yang mengalami ini. Kalau jalan bawa tiga anak yang semuanya lelaki, sering ditanya: “Nambah lagi dong Mbak, siapa tahu yang ke empat cewek..”
Warteg kali, aah.. nambah 😁
Atau pertanyaan basa-basi: “Kapan nambah lagi, biar ibunya ada temennya..”
Lha empat lelaki ini apa bukan temen namanya 😁
Atau: “Ayo coba lagi terus, sampai dapet.”
Saya udah dapet tiap bulan Sis, gimana dong 😁
Awalnya pertanyaan tersebut saya akui sempat membuat gusar dan berkecil hati.
Hingga ada sebuah kejadian yang bagi saya cukup ajaib, yang akhirnya membuat saya sadar, bahwa anak lelaki memang takdir terbaik untuk saya.
Keajaiban apa itu? Sebentar, nanti di akhir cerita. Sekarang saya ingin menguatkan teman-teman yang sedang bersedih, kenapa bayi yang dikandung kok laki-laki lagi. Padahal sudah ada satu, dua, hingga tiga lelaki yang sudah keluar dari rahimnya. Lalu kini laki-laki lagi? Tidaaaakkkk….
Percaya atau tidak, saya pun pernah berada di fase itu. Pernah amat sangat takut jika bayi yang lahir adalah laki-laki lagi. Dan takutnya ini nggak main-main, kawan. Takut beneran. Takut yang membuat saya mengangkat tangan tinggi-tinggi seusai sholat, lalu berdoa; “Ya Allah, tolong jangan beri hamba-Mu ini anak lelaki lagi.”
Ya. Setakut itu.
Salah satu alasannya, adalah agar saya ‘aman’ di mata sosial. Tidak dikejar-kejar pertanyaan: kapan punya anak perempuan.
Dan alasan lain, saya kemakan stereotip yang telanjur beredar, bahwa anak laki-laki itu susah diatur, pembangkang, tidak dekat dengan ibunya dan kurang bisa mengabdi pada orang tua.
Padahal, setelah saya berhasil menyingkirkan ketakutan itu, dan melihat secara lebih jernih, membangkang atau tidaknya seorang anak tidak mengenal jenis kelamin. Dan rupanya, punya anak laki-laki seru juga loh. Serius.
Saya mohon izin menyebutkan beberapa hal yang menurut saya seru ya. Tidak sama sekali bermaksud ‘pamer’ terhadap kawan yang anaknya perempuan semua. Saya rasa anak lelaki, perempuan, atau pun kombinasi keduanya, adalah sama-sama anugerah bagi orang tuanya. Hanya saja, pada postingan ini, berhubung saya hanya merasakan memiliki anak lelaki saja, maka itulah yang ingin saya tulis 😊
Oke, jadi pertama, anak lelaki ini tahan banting. No Baper-Baper club. Kita bisa main ledek-ledekan sampai sadis, becanda-becanda sampai ketawanya berair, dan mereka ngga Baper. Ya asik aja bawaannya. Beda dengan saya semasa kecil dulu yang Bapernya seluas gurun sahara. Ya memang ada sih anak lelaki yang Baperan, tapi lebih banyak nggak-nya.
Kedua, simpel. Abis mandi, sisiran pake jari pun jadi. Mau keluar rumah, nggak peduli baju apa yang dipakai, mereka Pede aja. Perintilannya nggak banyak. Serumah yang barangnya paling banyak ya saya. Peniti aja ada tiga model, jilbab ada 5 kategori, terus rok juga terbagi ke dalam 10 aspek. Hahahaha.. diagram bataang kali ah.
Ketiga, secara fisik kuat. Keempat, kalau kita bisa menikmati, mainan laki-laki itu seru juga ternyata. Antimainstream untuk perempuan macam saya. Kelima, nggak takut kalau ditinggal bapaknya dinas berhari-hari. Secara psikis bukan merasa saya harus menjaga, tapi justru merasa dijaga. Keenam, mereka komentator yang objektif terhadap penampilan ibunya. Gemuk ya dibilang gemuk, kurang pantas dengan dandanan tertentu yang dibilang nggak pantas. Ketujuh, kedelapan, dan seterusnya masih banyak. Terlalu panjang jika saya sebutkan semua.
Jadi, kalau anak ibu laki-laki lagi, janganlah berkecil hati. Apa yang kita pikirkan, itulah yang akan terjadi. Jika kita berpikir tentang anak-anak yang menyenangkan hati, maka itulah yang akan terjadi 😊
Nah, kisah ajaib apa yang membuat saya sampai pada kesadaran ini?
Adalah waktu saya hamil anak ketiga, dan janin tersebut meninggal di dalam kandungan waktu usia kehamilan sekitar 4 bulan. Ini adalah masa dimana saya setiap hari berdoa agar TIDAK DIBERI ANAK LAKI-LAKI LAGI. Jika dalam sehari saya berdoa 5x, maka sampai janin itu gugur, total saya berdoa sudah 600x. Lihatlah betapa keras usaha saya.
Namun Allah menetapkan janin itu meninggal. Doa saya belum terkabul.
Dalam perasaan terguncang, pada 19 Agustus 2015, saya kuret. Di titik terlemah inilah, saya merevisi doa saya: “Ya Allah, aku pasrah dengan semua kehendak-Mu. Semoga Engkau berkenan mengirimkan kepada kami, bayi yang sehat.”
Ya, kawan. Saya berhenti meminta bayi yang tidak laki-laki. Karena rupanya yang lebih saya butuhkan adalah bayi yang sehat.
Kepada suami saya bilang: “Semoga setahun dari hari ini, kita benar-benar punya bayi lagi.” Dia hanya mengangguk. Saya tahu dia sedih, dan hanya bisa mengiyakan apa pun perkataan saya.
Tak lama dari peristiwa itu, saya hamil lagi. Doa saya kini berubah menjadi: “Ya Allah, sehatkanlah bayi dalam kandunganku ini.”
Tepat setahun kemudian, yakni 19 Agustus 2016, bayi kami, Nikisang Pinulung, lahir. Sehat, kuat, dan laki-laki.
Keajaiban yang lain, bahkan jam kelahirannya pun sama persis dengan jam saya diwaktu kuret, yakni jam 10 pagi.
Setelah semua keajaiban ini, bagaimana bisa saya menggugat jenis kelamin lagi?
Sedangkan saya tahu, bahwa anak lelaki inilah jawaban dari doa-doa saya. Anak lelaki inilah yang terbaik untuk saya.
So, untuk para mama yang anaknya lelaki semua, jangan bersedih ya mama. Sungguh kita memang punya perhitungan. Allah juga punya perhitungan. Namun hanya perhitungan-Nya saja lah yang paling tepat untuk kita.
Yakinlah, anak lelakimu, adalah takdir terbaik untukmu ❤
Ikuti Gacerindo.com pada Aplikasi GOOGLE NEWS : FOLLOW (Dapatkan Berita Terupdate tentang Dunia Pendidikan dan Hiburan). Klik tanda ☆ (bintang) pada aplikasi GOOGLE NEWS.