Daftar Isi: (toc)
- Rasmus Paludan, pemimpin partai sayap kanan Stram Kurs yang anti-Islam telah membakar salinan Al-Qur’an di daerah berpenduduk Muslim di Swedia, Kamis lalu.
Kelompoknya berencana mengulanginya lagi yang semakin memicu kemarahan komunitas Muslim setempat. Menurut laporan TRT World, Senin (18/4/2022), Rasmus Paludan, ditemani oleh polisi, pergi ke ruang publik terbuka di Linkoping selatan pada hari Kamis dan meletakkan salinan kitab suci umat Islam dan membakarnya sambil mengabaikan protes dari para Muslim.
Sekitar 200 demonstran berkumpul di alun-alun untuk memprotes. Kelompok itu mendesak polisi untuk tidak membiarkan pemimpin rasis itu melakukan tindakannya.
Setelah polisi mengabaikan desakan tersebut, insiden pecah dan kelompok tersebut menutup jalan untuk lalu lintas, melempari polisi dengan batu. Ulah Paludan yang sengaja memprovokasi kelompok Muslim bukan sekali ini saja. Pada 2019, dia membungkus kitab suci umat Islam dengan daging babi dan melemparkannya ke udara.
Pada September 2020, Paludan dilarang masuk ke Swedia selama dua tahun. Kemudian pada bulan Oktober, dia dicegah memasuki Jerman untuk beberapa waktu setelah politisi anti-Muslim yang kontroversial itu mengumumkan rencana untuk mengadakan demonstrasi provokatif di Berlin.
Apa Itu Stram Kurs?
Partai politik sayap kanan Denmark ini relatif baru. Didirikan pada 2017 oleh Rasmus Paludan dan dikenal dengan sikap anti-Islamnya secara terbuka. Sebagian besar agenda partai berfokus pada membangun narasi anti-Islam dan terlibat dalam tindakan yang provokatif dan ofensif terhadap Islam dan Muslim.
Partai tersebut menggunakan platform media sosial dan pertemuan publik untuk memajukan agenda mereka. Selain memiliki pandangan garis keras tentang etnis, imigrasi, dan kewarganegaraan, Stram Kurs juga mengupayakan pelarangan Islam dan khususnya Muslim di Denmark.
Tidak diketahui berapa banyak anggota yang dimiliki partai tersebut, tetapi partai itu mencoba untuk ikut serta dalam pemilihan umum Denmark 2019, meski hanya memperoleh sedikit suara.
Pada musim panas 2019, partai tersebut berhasil mendapatkan 20.000 tanda tangan pemilih yang diperlukan untuk mengikuti pemilihan parlemen. Pada Maret 2020, Stram Kurs dinyatakan bersalah karena menyalahgunakan sistem deklarasi pemungutan suara Denmark dan penangguhan sementara yang diberlakukan pada Desember 2019 diperpanjang hingga September 2022.
Untuk menghindari penangguhan ini, partai tersebut mengganti nama dirinya menjadi “Hard Line (Garis Keras)”. Instansi pemerintah Denmark tidak menganggap pembuatan entitas baru ini ilegal dan diizinkan untuk beroperasi.
Siapakah Rasmus Paludan?
Paludan adalah mantan pengacara yang kemudian menjadi politikus anti-imgrasi, anti-Muslim, dan terkenal dengan sikap yang rasis. Pada April 2019, dia dihukum karena membuat pernyataan rasis. Dia berkewarganegaraan ganda Swedia-Denmark.
Pada Juni 2020, dia menjalani hukuman percobaan tiga bulan penjara dalam kasus yang melibatkan 14 dakwaan berbeda, di mana dia dinyatakan bersalah atas semuanya.
Menurut laporan media Denmark, di antara berbagai tuduhan, Paludan sekali lagi dinyatakan bersalah karena membuat pernyataan rasis dan termasuk satu insiden di mana dia menewaskan seorang pria dengan menggunakan kendaraan.
Pengadilan melarang dia bekerja sebagai pengacara selama tiga tahun dan dia juga dilarang menggunakan SIM (surat izin mengemudi) selama satu tahun.
Menurut laporan The Guardiantahun 2019, video provokatif Paludan di YouTube telah mendapatkan banyak pengikut remaja, sebuah platform yang memungkinkannya untuk membangun basis pengikutnya dengan relatif cepat, mengubahnya dari seorang pengacara yang tidak dikenal menjadi seorang ekstremis yang berkompetisi dalam pemilihan umum Denmark.
Apa Penyebab Munculnya Kelompok Sayap Kanan di Eropa?
Selama beberapa dekade, Swedia dan Denmark menonjol sebagai salah satu dari sedikit negara yang secara politik stabil di kawasan Eropa. Namun, kondisinya telah berubah selama beberapa tahun terakhir, terutama sejak krisis migrasi di Eropa yang dimulai dengan serius pada tahun 2015.
Isu-isu seperti imigrasi, rasial, integrasi, kejahatan, agama, kesejahteraan sosial dan diskriminasi, dan lain-lain, telah menjadi garis depan diskusi politik di negara-negara tersebut.
Pada pertemuan umum politik tahun 2017, Presiden Amerika Serikat (AS) saat itu, Donald Trump, berkata: “Anda lihat apa yang terjadi tadi malam di Swedia. Swedia! Siapa yang percaya ini? Swedia! Mereka mengambil dalam jumlah besar. Mereka mengalami masalah yang tidak pernah mereka duga.”
Trump mengacu pada kerusuhan yang meletus di pinggiran imigran Stockholm yang terjadi setelah polisi berusaha menangkap tersangka atas tuduhan narkoba.
Di masa lalu, negara ini telah menyaksikan letusan kerusuhan yang terkait dengan masalah pengangguran dan integrasi imigran. Pada 2015, ketika Swedia mulai menyaksikan peningkatan tajam dalam imigrasi, negara itu juga menghadapi demonstrasi anti dan pro-imigrasi dan bentrokan terkait.[SINDO]
Ikuti Gacerindo.com pada Aplikasi GOOGLE NEWS : FOLLOW (Dapatkan Berita Terupdate tentang Dunia Pendidikan dan Hiburan). Klik tanda ☆ (bintang) pada aplikasi GOOGLE NEWS.